Hati itu ibarat sebuah cermin yang indah yang mudah untuk memberi kasih tapi gampang untuk hancur.
Pada suatu hari ada sebuah cermin yang dimiliki oleh seseorang. Ia selalu melihat ke cermin itu untuk merias diri, melihat diri, bahkan bicara dengan cermin itu. Ia bercerita segala hal yang dialami baik senang, sedih, suka, marah, keberhasilan, dll sedangkan cermin hanya merekam segala ekspresi yang ditampilkannya.Secara tidak langsung cermin itu sudah menjadi sahabat baginya.
Pada saat ia sedang senang, ia selalu mengambil cermin itu dan menceritakan semua hal yang ia alami.Ia melompat-lompat sambil membawa cermin itu.ia berlarian kesana kesini sembari memegang dan melihat dirinya pada cermin..Ia jadi rajin membersihkan noda walau sekecil apapun di cermin.
Pada saat ia sedang sedih, ia juga mengambil cermin itu dan menceritakan segala masalahnya. Tidak jarang air matanya jatuh di cermin dan membuat cermin sedikit memiliki noda.
Ketika ia sedang marah, ia tekadang mengambil benda tumpul lalu menggoreskan ke permukaan cermin sehingga cermin mengalami cacat, tapi itu hanya sementara. Ketika ia sudah sadar, ia akan datang ke cermin dan mencoba menghilangkan cacat itu.Ia berusaha membersihkannya seolah ia tidak melakukan apa-apa terhadapnya dan cermin itu memang kembali hampir seperti semula walau dengan bekas goresan di sana dan di sini.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, bahkan tahunpun berganti tahun...
Pada suatu hari ia pulang ke rumah dengan emosi yang meledak,ia lepas kendali seperti biasanya tapi dalam skala besar, ketika ia mengambil cermin...Ia mendapati bahwa wajahnya sangat tidak baik di cermin itu....
Ia marah, kesal dengan semua hal yang dialami...Lalu ia mengambil sebuah batu besar lalu melemparkannya kepada cermin itu...Ya, Cermin itu hancur berkeping-keping dan karena ia adalah cermin ia tidak berkata apa-apa ia hanya hancur dan diam.
Waktu-waktu dilalui, akhirnya emosi sudah reda dan ia mulai sadar....Ia melihat ke pecahan cermin itu....Ia merasa menyesal, menyesal sekali...Lalu ia berusaha mengumpulkan pecahan-pecahan itu lalu berusaha menyusunnya kembali....
Ia mencari segala cara untuk membuat cermin itu utuh kembali...
Akhirnya setelah ia sudah berusaha dan berusaha menyusun cermin tersebut, cermin pun sudah seperti bentuk semula...Tapi, cermin itu sudah tidak sempurna lagi, bahkan cermin itu tidak dapat digunakan untuk merias diri lagi. Cermin itu sudah hancur dan sudah tidak dapat disebut cermin lagi. Lalu ia berjanji pada cermin itu untuk menjadi orang yang baik dan berusaha menjadi orang yang mau belajar untuk menahan emosi sehingga ia tidak menghancurkan cermin lagi.
Beberapa lama setelah ia berjanji, ternyata masalah baru datang bahkan lebih lagi daripada masalah yang pertama, entah apa yang dipikirkannya ia mengambil cermin yang sudah tidak sempurna itu lalu melemparnya bahkan ia melakukannya berulang ulang pada kasus yang sama...
Sekarang kepingan kaca itu tidak dapat disebut kepingan lagi..Ia sudah menjadi serpihan....Tak perlu waktu yang lama, kali ini ia segera sadar dan teringat akan apa yang dilakukan pada cermin itu...
Ia kembali mengumpulkan semuanya...Tapi apa daya....Banyak yang sudah ia lakukan tapi cermin itu sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Sebagian kecil dari cermin itu sudah menjadi serpihan...Sedangkan kepingan besar sudah menjadi kepingan kecil...
lalu apa yang dilakukan cermin???Ia hanya diam saja, yah, karena ia adalah sebuah cermin..Cermin yang mengisi harinya dengan hanya menunggu seorang ahli cermin yang dapat mengembalikannya seperti sedia kala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar